Budidaya Tanaman Perkebunan

TUGAS MATA KULIAH
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
“KELAPA SAWIT”





Disusun oleh:
Shella Esterina                                  (143112500150026)





PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2017

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi.
Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan besar swasta, perkebunan negara dan perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa sawit rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan perusahaan besar swasta dan perkebunan negara (inti–plasma).
Khusus untuk perkebunan sawit rakyat, permasalahan umum yang dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan mutu produksinya. Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul sawit bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil) perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton PKO per hektar.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat tersebut adalah karena teknologi produksi yang diterapkan masih relatif sederhana, mulai dari pembibitan sampai dengan panennya. Dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, akan berpotensi untuk peningkatan produksi kelapa sawit.

A.      Budidaya Kelapa Sawit
Pemilihan Lokasi
Tingkat produksi yang mungkin dicapai dari suatu kebun kelapa sawit adalah merupakan hasil interaksi antara faktor potensi genetik varietas tanaman, lingkungan tempat tumbuhnya, dan pengelolaan dalam budidayanya. Produksi tinggi akan dicapai jika digunakan varietas sawit unggul dan ditanam di lokasi yang paling sesuai dengan menerapkan pengelolaan yang baik. Iklim dan karakteristik tanah/lahan adalah faktor lingkungan penting yang perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi untuk pengusahaan kelapa sawit. Rangkuman klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim disajikan dalam Tabel 1.


Iklim
Dalam praktek, minimal ada 3 unsur iklim yang penting diperhatikan, yaitu:
a.       Curah hujan
Curah hujan berhubungan dengan jaminan ketersediaan air dalam tanah sepanjang pertumbuhan tanaman. Tanaman kelapa sawit praktis berproduksi sepanjang tahun sehingga membutuhkan suplai air relatif sepanjang tahun pula. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu jumlah curah hujan tahunan (mm) dan distribusi curah hujan bulanan. Curah hujan yang ideal berkisar 2.000–3.500 mm/th yang merata sepanjang tahun dengan minimal 100 mm/bulan (Paramananthan, 2003). Di luar kisaran tersebut tanaman akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan berproduksi. Curah hujan antara 1700 – 2.500 dan 3.500–4.000 tanaman akan mengalami sedikit hambatan. Di lokasi dengan curah hujan kurang dari 1.450 mm/th dan lebih dari 5.000 mm/th sudah tidak sesuai untuk sawit. Rendahnya curah hujan tahunan berkaitan dengan defisit air dalam jangka waktu relatif lama sedangkan curah hujan yang tinggi berkaitan dengan rendahnya intensitas cahaya.

b.      Suhu
Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi sawit berkisar antara 24-290C, dengan produksi terbaik antara 25–270C. Di daerah tropis, suhu udara sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat di atas permukaan laut (dpl). Tinggi tempat optimal adalah 200 m dpl, dan disarankan tidak lebih dari 400 m dpl, meskipun di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara, dijumpai pertanaman sawit yang cukup baik hingga ketinggian 500 m dpl. Suhu minimum dan maksimum belum banyak diteliti, tetapi dilaporkan bahwa sawit dapat tumbuh baik pada kisaran suhu antara 8 hingga 380C.

c.       Intensitas cahaya matahari
Intensitas cahaya matahari menentukan laju fotosintesa pada daun yang pada akhirnya menentukan tingkat produksi. Intensitas matahari juga erat kaitannya dengan perawanan, curah hujan, ketinggian tempat (altitude), dan lintang lokasi (Latitude). Di daerah yang banyak berawan menyebabkan intensitas matahari yang diterima daun sawit menjadi lebih rendah. Sebaliknya meskipun curah hujan relatif tinggi tetapi lebih banyak terjadi sore hingga malam dan perawanan kurang, maka intensitas matahari bisa cukup untuk mendukung fotosintesa yang tinggi. Makin tinggi tempat, suhu makin rendah dan biasanya disertai perawanan yang lebih lama atau curah hujan yang tinggi dan makin menjauh dari garis khatulitiwa penyinaran matahari makin berkurang. Kelapa sawit memerlukan lama penyinaran antara 5 dan 12 jam/hari.


Lahan
Ada 3 faktor lahan penting yang perlu menjadi perhatian, yaitu:
a.       Topografi
Faktor topografi berkaitan dengan derajat kemiringan lereng dan panjang lereng yang berpengaruh nyata terhadap erosi tanah, biaya pembangunan infrastruktur serta biaya mobilisasi dan panen. Makin curam dan/atau makin panjang lereng, bahaya erosi makin meningkat. Lereng yang terlalu curam menyebabkan biaya pembangunan jalan serta pengangkutan sarana produksi dan hasil panen menjadi mahal. Pada lahan yang curam, populasi tanaman per hektar lebih sedikit. Kemiringan optimal kurang dari 23% (120) dan tidak disarankan lebih dari 38% (200). Meskipun dalam kenyataannya banyak sawit yang tumbuh di lahan curam, tidak boleh menjadi alasan pengembangan sawit di lahan dengan kemiringan curam, terutama karena alasan dampaknya terhadap lingkungan.

b.      Drainase lahan
Persoalan drainase lahan umumnya dijumpai di lahan dataran rendah yang tergenang secara periodik karena limpasan air hujan, pengaruh air pasang atau perkolasi tanah terhambat. Meskipun tanaman sawit membutuhkan banyak air, tetapi tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam keadaan tergenang atau sering tergenang. Pembangunan system drainase harus memperhatikan juga sifat dan karakteristik tanahnya serta ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut. Pembangunan sistem drainase di lahan pasang surut, baik tanah mineral maupun tanah gambut harus dilakukan dengan perencanaan seksama. Drainase berlebihan atau kurang memadai sama-sama berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Khusus di lahan gambut, pengaturan drainase harus memperhatikan antara kebutuhan perkembangan perakaran tanaman dengan laju emisi karbon. Makin dalam permukaan air tanah, makin baik perkembangan perakaran sawit tetapi perombakan bahan organik berlangsung makin cepat sehingga emisi karbon meningkat. Setiap saluran drainase harus terhubung dengan keseimbangan saluran primer dan sekunder serta dilengkapi pintu-pintu air pengendali yang berfungsi secara otomatis.
Sifat fisik tanah seperti tekstur, struktur, kedalaman efektif tanah, tinggi muka air tanah, ketebalan gambut, dan permeabilitas tanah. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan perakaran tanaman untuk menunjang suplai air dan hara serta mendukung tegaknya tanaman. Jika tekstur tanah didominasi liat maka drainase tanah akan terhambat, sebaliknya jika didominasi pasir maka tanah cepat kering sehingga perkembangan akar akan terhambat. Kedalaman efektif tanah yang tipis atau muka air tanah yang tinggi (dangkal) berarti daerah jelajah akar akan terbatas.

c.       Kesuburan tanah
Faktor kesuburan ini mencakup beberapa sifat kimia tanah yaitu kemasaman (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa, ketersediaan unsur hara makro dan mikro, kadar bahan organik, dan tingkat salinitas (kadar garam). Sifat-sifat kimia tersebut menjadi acuan awal menetapkan rekomendasi pemupukan sebelum diperoleh hasil-hasil penelitian di lokasi bersangkutan. Ringkasan kriteria kesesuaian lahan tercakup dalam Tabel 3. Sebagai petunjuk awal atau dalam keadaan tidak tersedia data yang cukup, dapat menggunakan peta kesesuaian lahan dan iklim yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian.     


B.       Proses Pembibitan Kelapa Sawit
Bahan Tanam
Penyediaan benih dilakukan oleh balai-balai penelitian kelapa sawit, terutama oleh Marihat Research Station dan Balai Penelitian Perkebunan Medan (RISPA). Balai-balai penelitian tersebut mempunyai kebun induk yang baik dan terjamin dengan pohon induk tipe Delidura dan pohon bapak tipe Pisifera terpilih. Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibedakan menjadi Dura, Pisifera dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap dapat memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging per buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.

Pengecambahan Benih
Tahapan pekerjaan dalam pengecambahan benih sebagai berikut:
a.       Buah dikupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Pengupasan buah kelapa sawit dapat menggunakan mesin pengupas.
b.      Benih direndam dalam ember berisi air bersih selama 5 hari dan setiap hari air harus diganti dengan air yang baru.
c.       Setelah benih direndam, benih diangkat dan dikering-anginkan di tempat teduh selama 24 jam dengan menghamparkannya setebal satu lapis biji saja. Kadar air dalam biji harus diusahakan agar tetap sebesar 17%.
d.      Selanjutnya benih disimpan di dalam kantong plastik berukuran panjang 65 cm yang dapat memuat sekitar 500 sampai 700 benih. Kantong plastik ditutup rapat-rapat dengan melipat ujungnya dan merekatnya. Simpanlah kantong-kantong plastik tersebut dalam peti berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm, kemudian letakkan dalam ruang pengecambahan yang suhunya 390C.
e.       Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan semprotlah dengan air (gunakan hand mist sprayer) agar kelembaban sesuai dengan yang diperlukan yaitu antara 21- 22% untuk benih Dura dan 28-30% untuk Tenera. Contoh benih dapat diambil untuk diperiksa kelembabannya.
f.       Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan pada pesemaian perkecambahan.
g.      Setelah melewati masa 80 hari, keluarkan kantong dari peti di ruang pengecambahan dan letakkan di tempat yang dingin. Kandungan air harus diusahakan tetap seperti semula. Dalam beberapa hari benih akan mengeluarkan tunas kecambahnya. Selama 15-20 hari kemudian sebagian besar benih telah berkecambah dan siap dipindahkan ke persemaian perkecambahan (prenursery ataupun nursery). Benih yang tidak berkecambah dalam waktu tersebut di atas sebaiknya tidak digunakan untuk bibit.
Penyemaian
Tahapan pekerjaan dalam penyemaian benih meliputi:
a.       Benih yang sudah berkecambah disemai dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya.
b.      Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 cm x 23 cm atau 15 cm x 23 cm (lay flat).
c.       Polybag diisi dengan 1,5-2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase.
d.      Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm.
e.       Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pesemaian bibit (nursery).
f.       Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit.
g.      Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha menghasilkan kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman.
h.      Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase.
i.        Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15-30 kg/polybag, disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit.
j.        Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit dipadatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x100 cm.

Pemeliharaan Pembibitan
Bibit yang telah ditanam di polibag dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat. Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyiangan, pengawasan dan seleksi, serta pemupukan.

Penyiraman
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. Kebutuhan air siraman ± 2 lt/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit.

Penyiangan
Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus dibersihkan, dikored atau disemprot dengan herbisida. Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan, atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.

Pengawasan dan Seleksi
Pengawasan bibit dilakukan untuk mengamati pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan penyakit. Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang, yakni dengan ciri-ciri:
a.       Bibit tumbuh meninggi dan kaku
b.      Bibit terkulai
c.       Anak daun tidak membelah sempurna
d.      Terkena penyakit
e.       Anak daun tidak sempurna

Pemupukan
Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh cepat dan subur. Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk. Dosis dan jenis pupuk yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.


 Pemindahan Bibit ke Lapangan
Bibit yang telah berumur 8 bulan dapat dipindahkan ke areal pertanaman, tetapi umumnya bibit dipindah ke lapang pada umur 10-14 bulan. Pemindahan bibit ke lapangan harus diusahakan agar bibit tidak rusak dan polybagnya tidak pecah.

Penanaman
a.       Penentuan Pola Tanam
Pola tanam kelapa sawit dapat monokultur ataupun tumpangsari. Pada pola tanam monokulltur, sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan (LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop atau LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Sedangkan pada pola tanam tumpangsari tanah diantara tanaman kelapa sawit sebelum menghasilkan dapat ditanami tanaman ubi kayu, jagung atau padi.

b.      Pengajiran
Maksud pengajiran adalah untuk menentukan tempat yang akan ditanami kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam yang dipakai. Ajir harus tepat letaknya, sehingga lurus bila dilihat dari segala arah, kecuali di daerah teras dan kontur. Sistem jarak penanaman yang digunakan adalah segitiga sama sisi, dengan jarak 9x9x9 m. Dengan sistem segi tiga sama sisi ini, pada arah Utara – Selatan tanaman berjarak 8,82 m dan jarak untuk setiap tanaman adalah 9 m, jumlah tanaman 143 pohon/ha.

c.       Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum menanam. Ukurannya adalah 50x40x40 cm. Pada waktu menggali lubang, tanah bagian atas dan bawah dipisahkan, masing-masing di sebelah Utara dan Selatan lubang.

d.      Cara Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Adapun tahapan penanaman sebagai berikut:
1.      Letakkan bibit yang berasal dari polibag di masing-masing lubang tanam yang sudah dibuat.
2.      Siram bibit yang ada pada polybag sehari sebelum ditanam agar kelembaban tanah dan persediaan air cukup untuk bibit.
3.      Sebelum penanaman dilakukan pemupukan dasar lubang tanam dengan menaburkan secara merata pupuk fosfat seperti Agrophos dan Rock Phosphate sebanyak 250 gr/lubang.
4.      Buat keratan vertikal pada sisi polybag dan lepaskan polybag dari bibit dengan hati-hati, kemudian dimasukkan ke dalam lubang.
5.      Timbun bibit dengan tanah galian bagian atas (top soil) dengan memasukkan tanah ke sekeliling bibit secara berangsur-angsur dan padatkan dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak.
6.      Penanaman bibit harus diatur sedemikian rupa sehingga permukaan tanah polybag sama ratanya dengan permukaan lubang yang selesai ditimbun, dengan demikian bila hujan, lubang tidak akan tergenang air.
7.      Pemberian mulsa sekitar tempat tanam bibit sangat dianjurkan.

Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penanaman tanaman penutup tanah, membentuk piringan (bokoran), pemupukan, dan pemangkasan daun.

Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbuh kurang baik. Penyulaman yang baik dilakukan pada musim hujan. Bibit yang digunakan harus seumur dengan tanaman yang disulam yaitu berkisar 10-14 bulan. Banyaknya sulaman sekitar 3-5% setiap hektarnya. Cara penyulaman sama dengan cara menanam bibit.

Penanaman Tanaman Penutup Tanah
Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah (LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi dan mempertahankan kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma. Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Jenis-jenis tanaman kacang-kacangan yang umum di perkebunan kelapa sawit adalah Centrosema pubescens, Colopogonium mucunoides dan Pueraria javanica.Biasanya penanaman tanaman kacangan ini dilakukan tercampur (tidak hanya satu jenis).

Membentuk Piringan (Bokoran)
Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus tetap bersih. Oleh karena itu tanah di sekitar pokok dengan jari-jari 1-2 m dari tanaman harus selalu bersih dan gulma yang tumbuh harus dibabat, atau disemprot dengan herbisida.

Pemupukan
Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P, K, Mg dan B (Urea, TSP, KCl, Kiserit dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada tanaman muda sangat penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency) yang berat dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan umur tanaman atau sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa Sawit.

Pemangkasan Daun
Pemangkasan daun bertujuan untuk memperoleh pohon yang bersih dengan jumlah daun yang optimal dalam satu pohon serta memudahkan pamanenan. Memangkas daun dilaksanakan sesuai dengan umur/tingkat pertumbuhan tanaman. Macam-macam pemangkasan:
a.       Pemangkasan pasir, yaitu pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman yang berumur 16-20 bulan dengan maksud untuk membuang daun-daun kering dan buah-buah pertama yang busuk. Alat yang digunakan adalah jenis linggis bermata lebar dan tajam yang disebut dodos.
b.      Pemangkasan produksi, yaitu pemangkasan yang dilakukan pada umur 20-28 bulan dengan memotong daun-daun tertentu sebagai persiapan pelaksanaan panen. Daun yang dipangkas adalah songgo dua (yaitu daun yang tumbuhnya saling menumpuk satu sama lain), juga buah buah yang busuk. Alat yang digunakan adalah dodos seperti pada pemangkasan pasir.
c.       Pemangkasan pemeliharaan, adalah pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi dengan maksud membuang daun-daun songgo dua sehingga setiap saat pada pokok hanya terdapat daun sejumlah 28-54 helai. Sisa daun pada pemangkasan ini harus sependek mungkin, agar tidak mengganggu kegiatan panen.

Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari terjadinya persaingan antara tanaman kelapa sawit dengan gulma dalam pemanfaatan unsur hara, air dan cahaya. Selain itu pengendalian gulma juga bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen. Contoh gulma yang dominan di areal pertanaman kelapa sawit adalah Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Cyperus rotundus, Otochloa nodosa, Melostoma malabatricum, Lantana camara, Gleichenia linearis dan sebagainya. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan di piringan (circle weeding), penyiangan gulma yang tumbuh di antara tanaman LCC, membabat atau membongkar gulma berkayu dan kegiatan buru lalang (wiping).

Pengendalian Hama dan Penyakit
Tanaman kelapa sawit tergolong tanaman kuat. Walaupun begitu tanaman ini juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang membahayakan maupun yang membahayakan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman sawit umumnya disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus. Contoh hama yang dominan diantaranya tungau, ulat setora, nematoda, kumbang, penggerek tandan buah, dan ulat api. Sedangkan, untuk penyakit, yangsering menyerang kelapa sawit diantaranya root blast, garis kuning, dry basal rot, dan bud rot.

Panen
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir. Waktu panen buah kelapa sawit sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Waktu panen yang tepat akan diperoleh kandungan minyak maksimal, tetapi pemanenan buah kelewat matang akan meningkatkan asam lemak bebas (ALB), sehingga dapat merugikan karena sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi ALB dan menurunkan mutu minyak. Sebaliknya pemanenan buah yang masih mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALBnya rendah.
Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu. Pelepah daun yang telah dipotong diatur rapi di tengah gawangan. Untuk mempercepat proses pengeringan serta pembusukan, maka pelepah-pelepah daun tersebut dipotongpotong menjadi 2-3 bagian. Cara pemanenan tandan buah yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya, maksimal 2 cm. Tandan buah yang telah dipanen diletakkan teratur di piringan dan brondolan dikumpulkan terpisah dari tandan. Kemudian tandan buah atau TBS (tandan buah segar) dan brondolan tersebut dikumpulkan di tempat pengumpulan hasil (TPH). TBS hasil panenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALBnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam TBS setelah dipanen harus segera diolah.
Besarnya produksi kelapa sawit sangat tergantung pada berbagai faktor, di antaranya jenis tanah, jenis bibit, iklim dan teknologi yang diterapkan. Dalam keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun atau sekitar 4-5 ton minyak sawit. Sebagai gambaran produksi TBS, minyak sawit dan inti sawit berbagai umur tanaman per hektar, dapat dilihat pada Tabel 4.


Daftar Pustaka

Komentar

Postingan Populer